Tuesday, May 31, 2005

Sebuah Pilihan...

Hidup sebuah pilihan. Pilihan itu kini menjadikanku begitu tersiksa. Lepas dari dinamika yang semula selalu hadir dalam keseharianku. Entah sampai kapan. Tapi, aku ingin segera lepas.

Kini, saat-saat aku merindukan kebersamaan seakan lewat. Kawan-kawanku mulai lulus satu per satu. Aku merasa asing dan sepi. Tak lebih dari sebuah robot. Aku merindukan saat-saat mengisi hari dengan "guyonan" segar alakadarnya. Kini, semua itu tidak ada lagi.

Aku tidak bisa lagi menghibur diri dengan mengobral kebajikan semu yang sesaat bisa memupus kegalauan. Aku seakan asing dalam kesendirian. Gairah intelektual seakan terhimpit semangat kapitalisme sederhana. Tidak ada lagi ruang untuk Marx, Muhammad, Malaka, atau siapa pun itu. Kemana perginya mereka? Aku tidak tahu pasti.

Yang pasti, aku merindukan saat-saat itu kembali. Berjibaku dengan asketisme intelektual yang kubentuk sejak beberapa waktu terakhir. Entah, dimana idealisme yang sempat bersemayam di dada?

Soal perempuan, aku tidak bisa berbuat banyak.